Selasa, 02 September 2014

Kematian Ibu

Organisasi Kesehatan Dunia menjelaskan kematian ibu sebagai berikut:

Kematian seorang wanita ketika hamil atau dalam 42 hari setelah kehamilan berakhir, tanpa memperhatikan durasi dan tempat kehamilan, yang diakibatkan oleh penyebab apapun yang berkaitan dengan atau diperburuk oleh kehamilan itu sendiri atau penatalaksanaannya, tetapi bukan akibat kecelakaan atau penyebab yang tidak disengaja [World Health Organization. International Classification of Disease, Vol. 9, December 1987]. Penyebab kecelakaan atau yang tidak disengaja adalah penyebab yang akan menyebabkan kematian, tetapi tidak berkaitan dengan kehamilan, seperti kecelakaan lalu lintas, luka tembak, keracunan, dan sebagainya.

Kematian juga dikelompokkan ke dalam dua kategori:

a. Kematian obstetric langsung. Kematian ini diakibatkan komplikasi kebidanan yang terkait dengan kehamilan (kehamilan, persalinan, dan infeksi puerperium), akibat intervensi, kelalaian, terapi yang tidak tepat, atau salah satu di antaranya.

b. Kematian obstetric tidak langsung. Kematian jenis ini merupakan akibat penyakit terdahulu atau penyakit yang berkembang selama masa hamil, dan tidak berkaitan dengan penyebab langsung, tetapi diperparah dengan dampak fisiologis kehamilan [World Health Organization. International Classification of Disease, Vol. 9, December 1987].

Di negara-negara berkembang, ada lima penyebab utama kematian ibu, antara lain: (1) perdarahan, (2) sepsis, (3) hipertensi akibat kehamilan, (4) aborsi yang tidak aman, dan (5) persalinan macet.

Seorang pasien Gravida 3 berusia 32 tahun, dengan satu bayi yang lahir hidup, telah menjadi pasien tetap sejak usia kehamilannya 12 minggu. Ia adalah teman saya dan berasal dari daerah ini. Pasien datang dengan nyeri bersalin pada pukul 9 malam, dengan awitan nyeri dirasakan sejak pukul 4 sore. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan pervaginam. Pembukaan adalah 2 cm. ketuban utuh. Persalinan berjalan dengan baik. Pasien melahirkan seorang bayi perempuan melalui persalinan spontan pada pukul 4:15. Plasenta terlihat utuh, tetapi ketuban sudah pecah. Pasien mulai mengalami perdarahan. Pitosin 500 cc diberikan melalui infuse. Penekanan bimanuan eksternal dilakukan tanpa hasil. Pengeluaran secara manual (pemeriksaan uterus) dilakukan. Hasilnya hanyalah bekuan darah. Penekanan bimanual internal dilakukan tanpa hasil. Pitosin diberi lagi sejumlah 1000 ml kemudian pasien dipindahkan. Saat itu terjadi kesulitan untuk mendapatkan transportasi dan jalan sangat buruk. Kami membutuhkan 4 jam 10 menit untuk menempuh 35 km perjalanan. Pasien menerima 2500 ml cairan IV. Sayangnya, dalam perjalanan aliran IV mengalami infiltrasi. Namun, karena jalanan rusak, saya tidak dapat menemukan venanya. Semua upaya untuk memasang slang infuse yang baru gagal. Pasien meninggal di rumah sakit sebelum dokter tiba. EBL 2500 cc. Saya pingsan saat tiba di rumah sakit. Mereka memberi saya Valium 20 mg dan membawa saya ke tempat tidur. Saya tidak sadar untuk beberapa waktu. Saya menangis dan merasa sangat buruk. Mereka berbicara kepada saya dan menjelaskan bahwa mereka sering kali mendapatkan wanita dengan kasus yang sama meninggal di rumah sakit berfasilitas lengkap. Saya tidak merasa percaya diri dan kompeten. Apabila teringat hal itu,s aya suka  menangis.

Bidan besa yang telah terlatih dalam Program Keterampilan Penyelamatan Hidup telah mengatur petugas persalinan tradisional (traditional birth attendance, TBA) di tujuh desa sekitar tempat tinggalnya untuk mengunjungi rumah maternitas yang ia miliki untuk melanjutkan pendidikan dan supaya dapat merujuk setiap pasiennya yang menemui masalah. Perhatikan bahwa jika jalan yang rusak itu diperbaiki, maka waktu perjalanan yang dibutuhkan dari 4 jam 10 menit menjadi kurang dari satu jam setengah.

Sumber: Marshall, M. A. Ghana Registered Midwives Association Continuing Education Project – Canegie Corporation Grant B 5071, Final Evaluation Report. Evaluasi yang tidak diterbitkan tentang Life-Saving Skills Training Project, 1992.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2. Cara Menggambarkan Mortalitas

Ada tiga cara utama untuk menghitung dan menggambarkan kematian ibu: (1) angka, (2) rasio, dan (3) risiko sumur hidup.

a. Angka Kematian Ibu

Angka kematian ibu adalah jumlah wanita yang meninggal pada masa hamil atau dalam 42 hari pertama setelah hamil, akibat beberapa penyebab yang berkaitan dengan atau penyebab yang diperparah oleh kehamilan per 100.000 wanita pada usia reproduktif pada tahun tersebut [World Health Organization. International Classification of Disease, Vol. 9, December 1987]. WHO International Classification of Disease (Vol. 10, 1997) telah merevisi pengertian tersebut dan memasukkan kematian dalam satu tahun penuh setelah masa kehamilan berhenti. Oleh karena pengertian ini jarang digunakan dan sulit didapatkan, maka sangatlah penting melihat bagaimana satu negara melaporkan data-data tersebut kepada negara lain tentang angka kematian ibu dan rasionya [World Health Organization. International Classification of Disease, Vol. 10, 1997]. Angka kematian tersebut dapat dihitung dengan cara berikut:

Keuntungan menggunakan angka kematian ibu adalah untuk membandingkan kematian ibu dengan semua wanita yang memiliki risiko dalam sebuah populasi. Dalam masyarakat yang system pengumpulan data statistiknya dapat diandalkan, data tersebut dapat merupakan cara yang jelas untuk menggambarkan kematian. Kendati demikian, pada sebagian besar negara berkembang, hasil data sensus merupakan data yang sudah tua atau terlalu banyak mengandung banyak kesalahan, sehingga tidak memungkinkan penggunaan angka.

b. Rasio Angka Kematian Ibu

Rasio angka kematian ibu adalah jumlah wanita yang meninggal ketika sedang hamil atau dalam 42 hari pertama setelah masa kehamilan berakhir, akibat apapun yang berkaitan dengan atau yang diperburuk oleh kehamilan per 100.000 kelahiran hidup dalam satu tahun tertentu [World Health Organization. International Classification of Disease, Vol. 9, December 1987].

Keuntungan menggunakan rasio angka kematian ibu adalah bahwa jumlah kelahiran hidup dapat lebih mudah dihitung. Ini merupakan cara yang paling umum digunakan untuk menggambarkan tren di sebuah negara dan untuk membuat perbandingan antarnegara.

c. Risiko Seumur Hidup Kematian Ibu

Risiko seumur hidup terhadap kematian ibu dapat dihitung dengan mengalikan angka kematian ibu dengan 30 (jumlah tahun yang terdapat antara usia 15 dan 44), tetapi durasi pajanan yang efektif dapat bervariasi secara luas. Risiko seumur hidup terhadap kematian ibu dapat secara ringkas dinyatakan sebagai risiko seorang wanita yang menjelang kematian (dying) akibat kehamilan dan persalinan selama hidupnya. Penghitungan tersebut didasarkan pada angka kematian ibu dan angka kesuburan di sebuah negara. Risiko seumur hidup 1 dalam 3000 merupakan risiko kematian yang rendah akibat kehamilan dan persalinan, sementara 1 dalam 100 merupakan risiko tinggi [Herz, B., and Measham, A. R. The Safe Matherhood Initiative: Proposals for Action. World Bank Discussion Paper No. 9. Washington, DC: World Bank, 1987].

Risiko Seumur Hidup Wanita Berdasarkan Asalnya

Asal Negara

Risiko Kematian

Afrika

Asia

Amerika Latin/Karibia

Negara berkembang

Negara maju

1 dari 16

1 dari 65

1 dari 130

1 dari 48

1 dari 1800

Sumber: Dari data WHO tahun 1997, dalam Ross, S. R. Promoting Quality Maternal and Newborn Care: A Reference Manual for Program Managers; Washington, DC, Cooperative for Assistance and Relief Everywhere (CARE), 1998, pp. 1, 17.

Keuntungan menggunakan risiko seumur hidup pada seorang ibu yang menjelang kematian adalah bahwa metode ini mengakui bahwa wanita dengan tingkat kesuburan tinggi atau wanita yang secara universal tidak memiliki akses menuju program keluarga berencana yang efektif memiliki risiko menjelang kematian yang tinggi akibat kehamilan atau persalinan.

 

3. Angka Kesakitan Ibu

Sesulit apapun data kesakitan ibu yang akurat, pengumpulan data tentang kesakitan ibu jauh lebih sulit. Kendati demikian, semua wanita di seluruh dunia meninggal selama hamil akibat penyakit yang sebenarnya ada strategi pencegahan dan terapinya. Di negara Nigeria, tempat terjadi kematian ibu setiap 10 menit, 10% kematian ibu diakibatkan oleh penyakit malaria. Penyebab lain adalah penyakit tetanus, tuberculosis, dan yang jumlahnya saat ini meningkat adalah penyakit HIV/AIDS.

Salah satu tantangan yang sangat besar pada abad ini adalah meningkatkan pencegahan, pengenalan, dan terapi teknologi-rendah untuk mengatasi kondisi-kondisi kesakitan pada masa hamil. Saat ini, belum ada kesepakatan umum untuk menjelaskan definisi hipertensi-akibat-kehamilan, persalinan terhambat, dan perdarahan. Definisi sangatlah penting karena dapat menjadi pedoman menentukan protocol perawatan yang akan digunakan. Contoh praktisnya adalah perdarahan, yang didefinisikan sebagai kehilangan darah sebanyak 500 cc selama proses persalinan. Seorang wanita yang memasuki persalinan dengan jumlah hemoglobin 12 g dapat menoleransi kehilangan darah ini disertai beberapa gejala yang muncul. Seorang wanita yang memasuki persalinan dengan jumlah hemoglobin 4 g dapat mengalami syok dan meninggal karena hanya kehilangan darah sebanyak 300 cc.

Dahulu banyak disediakan waktu dan upaya, pelatihan petugas persalinan tradisional. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa ini akan menurunkan angka kematian ibu dalam masyarakat. Pengalaman lebih dari 20 tahun menunjukkan bahwa hal ini tidak memberi sumbangsih yang nyata dalam mengurangi angka kematian ibu. Jelasnya, sangat tidak beralasan untuk mengharapkan masyarakat wanita, betapa pun terampil dan peduli terhadap pasien, dapat memberi perubahan besar saat bekerja dalam suatu system yang diperburuk oleh transportasi yang buruk, dana yang kurang untuk kedaruratan, keamanan darah yang tidak adekuat, dan perujukan ke institusi yang masih buruk. Perawatan maternitas merupakan sebuah masalah system yang membutuhkan tingkat kesiapan dan kewaspadaan dan partisipasi aktif masyarakat.

Banyak negara melihat bahwa memindahkan kelahiran bayi ke dalam sebuah institusi merupakan jawaban terhadap masalah kematian ibu. Pengalaman menunjukkan bahwa tempat persalinan bukan merupakan factor kritis. Sasaran penting dari peningkatan hasil-akhir pada ibu ialah mencetak tenaga ahli pada tiap tingkap perawatan. Suatu perbedaan penting telah muncul, yang membedakan antara tenaga kesehatan yang terlatih (trained) dan terampil (skilled). Seorang tenaga kesehatan terlatih menjalani pelatihan bidan tradisional sedikitnya selama lima hari dan tidak berada pada posisi melakukan negosiasi dan menangani keadaan darurat.

Mereka yag disebut tenaga kesehatan terampil memiliki keterampilan kebidanan, baik bidan maupun bukan bidan. Pada konferensi peringatan sepuluh tahun Safe Motherhood Initiative, yang diselenggarakan di Sri Lanka, dinyatakan bahwa setiap tahun terjadi 75 juta kelahiran di seluruh dunia dan sebanyak 60 juta di antaranya berlangsung tanpa kehadiran seorang petugas persalinan terampil.

Tindakan tunggal yang paling kritis untuk dilakukan adalah memastikan bahwa seorang pekerja kesehatan yang memiliki keterampilan kebidanan hadir pada setiap kelahiran, dan terdapat transportasi untuk berjaga-jaga bila muncul keadaan darurat. Pekerja kesehatan dalam jumlah cukup harus mendapat pelatihan dan dibekali dengan persediaan dan perlengkapan yang sangat diperlukan, khususnya pada masyarakat miskin dan masyarakat desa [Family Care International. The Safe Motherhood Action Agenda: Priorities for the Next Decade, New York: FCI, 1998].

Jelasnya, kehadiran seorang tenaga kesehatan terampil, kendati penting, tidaklah cukup untuk menyelamatkan kehidupan wanita. Tenaga kesehatan bekerja dalam tim yang memiliki keterampilan pelengkap dan membutuhkan persediaan dan perlengkapan yang sangat dibutuhkan. Dengan lingkungan yang mendukung, tenaga kesehatan dapat memberi perawatan kesehatan yang aman dan berkualitas tinggi di mana pun: di rumah, klinik bersalin, pusat persalinan, pos kesehatan, rumah sakit daerah, atau rumah sakit rujukan. Masukan pada setiap tingkat perawatan memainkan peran yang sangat penting dalam menyediakan pelayanan obstetric dalam keadaan darurat, jika dibutuhkan.

 

Tingkat Perawatan Obstetri

Fasilitas Perawatan Obstetri Darurat Komprehensif: 1 per 500.000 orang

Tenaga Perawatan di Rumah Sakit Daerah

Melakukan pembedahan dengan anesthesia umum

Melakukan pembersihan dengan bantuan (seperti dilatasi dan kuretase) terhadap bagian plasenta yang tertinggal

Melakukan pembersihan manual plasenta yang tertinggal

Memimpin persalinan pervaginam dengan bantuan (seperti persalinan dengan ekstraksi vakum atau forsep)

Menyelenggarakan penggantian darah yang aman

Memberi antibiotic parenteral (IV atau IM)

Memberi sedative parenteral (IV atau IM)

Memberi oksitosin parenteral (IV atau IM)

Dokter, bidan, staf paramedic dan staf pendukung

Fasilitas Perawatan Obstetri Darurat Dasar: 4 per 500.000 orang

Pusat Kesehatan

Melakukan pembersihan manual terhadap plasenta/bagian plasenta yang tertinggal

Memimpin persalinan pervaginam dengan bantuan (seperti ekstraksi vakum)

Memberi antibiotic, sedative (seperti Valium, magnesium sulfat), dan oksitosin (ergometrin, Pitocin) IM atau IV, dan cairan IV

Dokter dan/atau bidan, staf paramedic dan pendukung

Pertolongan Pertama Obstetri dalam Masyarakat

Tingkat Daerah/Masyarakat

Pemijatan uterin/titik tekan

Mampu memberi oksitoksik sublingual/nasal/IM (ergometrin)

Memberi garam rehidrasi oral

Tenaga kesehatan junior, penolong persalinan tradisional, tetua daerah, kelompok wanita, pekerja masyarakat, keluarga

Sumber: Ross, S. R. Promoting Quality Maternal and Newborn Care: A Reference Manual for Program Managers. Washington, DC, Cooperative for Assistance and Relief Everywhere (CARE), 1998, p. 5.55

Tidak ada komentar:

Posting Komentar