Rabu, 25 September 2013

Teknik Vasektomi Tanpa Pisau

Langkah 1.     Celana dibuka dan baringkan pasien dalam poisi telentang.
Langkah 2.     Rambut di daerah skrotum dicukur sampai bersih.
Langkah 3.     Penis diplester ke dinding perut.
Langkah 4.     Daerah kulit skrotum, penis, supra pubis dan bagian dalam pangkal paha kiri kanan dibersihkan dengan cairan yang tidak merangsang seperti larutan Iodofor (Betadine) atau larutan Klorheksidin (Hibiscrub) 4%.
Langkah 5.     Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar.
Langkah 6.     Tepat di linea mediana di atas vas deferens, kulit skrotum diberi anestesi local (Prokain atau Novokain atau Xilokain 1%) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan masuk sejajar vas deferens kea rah distal, kemudian dideponir lagi masing-masing 3 – 4 ml, prosedur ini dilakukan sebelah kanan dan kiri.
Langkah 7.     Vas deferens dengan kulit skrotum yang ditegangkan difiksasi di dalam lingkaran klem fiksasi pada garis tengah skrotum. Kemudian klem direbahkan ke bawah sehingga vas deferens mengarah ke bawah kulit.
Langkah 8.     Kemudian tusuk bagian yang paling menonjol dari vas deferens, tepat di sebelah distal lingkaran klem dengan sebelah ujung klem diseksi dengan membentuk sudut ± 45°.
Sewaktu menusuk vas deferens sebaiknya sampai kena vas deferens; kemudian klem diseksi ditarik, tutupkan ujung-ujung klem dan dalam keadaan tertutup ujung klem dimasukkan kembali dalam lobang tusukan, searah jalannya vas deferens.
Langkah 9.     Renggangkan ujung-ujung klem pelan-pelan. Semua lapisan jaringan dari kulit sampai dinding vas deferens akan dapat dipisahkan dalam satu gerakan. Setelah itu dinding vas deferens yang telah telanjang dapat terlihat.
Langkah 10.   Dengan ujung klem diseksi menghadap ke bawah, tusukkan salah satu ujung klem ke dinding vas deferens; dan ujung klem diputar menurut arah jarum jam, sehingga ujung klem menghadap ke atas. Ujung klem pelan-pelan dirapatkan dan pegang dinding anterior vas deferens. Lepaskan klem fiksasi dari kulit dan pindahkan untuk memegang vas deferens yang telah terbuka. Pegang dan fiksasi vas deferens yang sudah telanjang dengan klem fiksasi lalu lepaskan klem diseksi.
Langkah 11.   Pada tempat vas deferens yang melengkung, jaringan sekitarnya dipisahkan pelan-pelan ke bawah dengan klem diseksi. Kalau lobang telah cukup luas, lalu klem diseksi dimasukkan ke lobang tersebut. Kemudian buka ujung-ujung klem pelan-pelan parallel dengan arah vas deferens yang diangkat.
Diperlukan kira-kira 2 cm vas deferens yang bebas. Vas deferens di-crush secara lunak dengan klem diseksi, sebelum dilakukan ligasi dengan benang sutra 3 – 0.
Langkah 12.   Di antara dua ligasi kira-kira 1 – 1,5 cm vas deferens dipotong dan diangkat. Benang pada putung distal sementara tidak dipotong. Kontrol perdarahan dan kembalikan putung-putung vas deferens dalam skrotum.
Langkah 13.   Tarik pelan-pelan benang pada puntung yang distal. Pegang secara halus fasia vas deferens dengan klem diseksi dan tutup lobang fasia dengan mengikat sedemikan rupa sehingga puntung bagian epididimis tertutup dan puntung distal ada di luar fasia.
Apabila tidak ada perdarahan pada keadaan vas deferens tidak tegang, maka benang yang terakhir dapat dipotong dan vas deferens dikembalikan dalam skrotum.
Langkah 14.   Lakukanlah tindakan di atas (Langkah 7 – 13) uuntuk vas deferens sebelah yang lain, melalui luka di garis tengah yang sama. Kalau tidak ada perdarahan, luka kulit tidak perlu dijahit hanya diaproksimasikan dengan band aid atau tensoplas.


Kemungkinan Penyulit dan Cara Mengatasinya
1.      Perdarahan
Apabila perdarahan sedikit, cukup dengan pengamatan saja, bila banyak, hendaknya dirujuk segera ke fasilitas kesehatan lain yang lebih lengkap. Di sini akan dilakukan operasi kembali dengan anestesi umum, membuka luka, mengeluarkan bekuan-bekuan darah dan kemudian mencari sumber perdarahan serta menjepit dan mengikatnya. Setiap keluhan pembengkakak isi skrotum pasca vasektomi hendaknya dicurigai sebagai perdarahan dan lakukan pemeriksaan yang seksana. Bekuan darah di dalam skrotum yang tidak dikeluarkan akan mengundang kuman-kuman dan menimbulkan infeksi.

2.      Hematoma
Bisanya terjadi bila daerah skrotum diberi beban yang berlebihan, misal naik sepeda, duduk terlalu lama dalam kendaraan dengan jalanan yang rusak dan sebagainya.

3.      Infeksi
Infeksi pada  kulit skrotum cukup dengan mengobati menurut prinsip pengobatan luka kulit. Apabila basah, dengan kompres (dengan zat yang tidak merangsang). Apabila kering dengan salep antibiotika. Apabila terjadi infiltrate di dalam kulit skrotum di tempat vasektomi sebaiknya segera dirujuk ke rumah sakit. Disini pasien akan diistirahatkan dengan berbaring, kompres es, pemberian antibiotika, dan pengamatan apabila infiltrate menjadi abses. Mungkin juga terjadiepididimitis, orkitis atau epididimoorkitis. Dalam keadaan seperti ini pasien segera dirujuk. Di sini akan dilakukan istirahat baring, kompres es, pemberian antibiotika dan analgetika.

4.      Granuloma Sperma
Dapat terjadi pada ujung proksimal vas atau pada epididimis. Gejalanya merupakan benjolan kenyal dengan kadang-kadang keluhan nyeri. Granuloma sperma dapat terjadi 1 – 2 minggu setelah vasektomi. Pada keadaan ini dilakukan eksisi granuloma dan mengikat kembali vas deferens. Terjadi pada 0,1 – 30 % kasus.




5.      Antibiotika Sperma
Separuh sampai dua pertiga akseptor vasektomi akan membentuk antibody terhadap sperma. Sampai kini tidak pernah terbukti adanya penyulit yang disebabkan adanya antibody tersebut.

Kegagalan Vasektomi
Walaupun vasektomi dinilai paling efektif untuk mengontrol kesuburan pria, namun masih mungkin dijumpai suatu kegagalan.
Vasektomi diangggap gagal bila:
a.       Pada analisis sperma setelah 3 bulan pasca vasektomi atau setelah 15 – 20 kali ejakulasi masih dijumpai spermatozoa.
b.      Dijumpai spermatozoa setelah sebelumnya azoosperma.
c.       Istri (pasangan) hamil.

Perawatan dan Pemeriksaan Pascabedah Vasektomi
Setiap pascatindak pembedahan betapapun kecilnya memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan. Pada pascatindak bedah vasektomi dianjurkan dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a.       Dipersilakan berbaring selama 15 menit.
b.      Amati rasa nyeri dan perdarahan pada luka.
c.       Pasien dapat dipulangkan bila keadaan pasien dan luka operasi baik.
Sebelum pulang berikan nasehat sebagai berikut:
a.       Perawatan luka, diusahakan agar tetap kering dan jangan sampai basah sebelum sembuh, karena dapat mengakibatkan infeksi. Pakailah celana dalam yang bersih.
b.      Segera kembali ke rumah sakit apabila terjadi perdarahan, badan panas, nyeri yang hebat, pusing, muntah atau sesak napas.
c.       Memakan obat yang diberikan yaitu antibiotika profilaktik dan analgetik seperlunya.
d.      Jangan bekerja berat / naik sepeda.

e.       Setelah divasektomi tetap diperbolehkan, bahkan dianjurkan untuk melakukan hubungan seksual dengan istri, namun harus diingat bahwa di dalam saluran mani (pipa-pipa) vas deferens masih terdapat sisa-sisa sperma (bibit), sehingga selama masih ada sisa sperma, sebaiknya suami dan istri tetap menggunakan alat pencegahan kehamilan.
Untuk itu kepada suami diberikan 15 kondom, guna menghindari kehamilan, petugas akan memberi contoh cara pemakaiannya. Setelah air mani keluar 15 kali atau setelah jangka waktu 3 bulan, maka suami diminta memriksakan air maninya dengan maksud meyakinkan bahwa air mani tersebut tidak mengandung bibit-bibit (spermatozoa) lagi.
Untuk kperluan ini, suami diminta menyediakan air mani di dalam botol bersih atau ait mani yang ada di dalam kondom dan memeriksakannya di laboratorium. Bila sudah ada pernyataan dari laboratorium bahwa air mani suami tidak mengandung bibit lagi, barulah ia boleh bersenggama tanpa alat pencegah apapun lebih baik bila ia memeriksakan air mani untuk kedua kalinya.

Kunjungan Ulang
Kunjungan ulang dilakukan dengan jadwal sebagai berikut:
1.      Seminggu sampai dua minggu setelah pembedahan.
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan sebagai berikut:
a.       Anamnesis meliputi keadaan kesehatan umum, adanya demam, rasa nyeri, perdarahan dari bekas operasi, atau alat kelamin.
b.      Pemeriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaan lukam dan perawatan sebagaimana mestinya.
2.      Sebulan setelah operasi
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan sebagai berikut:
a.       Anamnesis meliputi keadaan kesehatan umum, dan sanggama.
b.      Pemeriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaan fisik umum dan alat genitalia.
3.      Tiga bulan dan setahun setelah operasi
Lakukan anamnesis dan pemeriksaan sebagai berikut:
a.       Anamnesis meliputi keadaan kesehatan umum, senggama, sikap terhadap kontrasepsi mantap, dan keadaan kejiwaan si akseptor.
b.      Pemeriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaan kesehatan umum.
c.       Lakukan analisa sperma setelah 3 bulan pasca vasektomi atau 10 – 12 kali ejakulasi untuk menilai hasil pembedahan.

REKANALISASI

Rekanalisasi Tuba Fallopii
Operasi rekanalisasi dengan teknik bedah mikro sudah banyak dikembangkan. Teknik ini tidak saja menyambung kembali tuba Fallopii dengan baik, tetapi juga menjamin kembalinya fungsi tuba. Hal ini disebabkan oleh teknik bedah mikro yang secara akurat menyambung kembali tuba dengan trauma yang minimal, mengurangi perlekatan pascaoperasi, mempertahankan fisiologi tuba, serta menjamin fimbriae tuba tetap bebas sehingga fungsi penangkapan ovum masih tetap baik.

Seleksi Kasus
Tidak semua klien pasca tubektomi dapat dengan mudah menjalankan rekanalisasi atau dikabulkan permintaan rekanalisasinya. Beberapa pertimbangan harus diberikan untuk keberhasilan rekanalisasi tersebut.

Beberapa Indikasi Kontra
1.      Umur klien > 37 tahun
2.      Tidak ada ovulasi (atau ada masalah dari faktor ovarium)
3.      Suami oligospermi atau azoospermi
4.      Keadaan kesehatan yang tidak baik, di aman kehamilan akan memperburuk kesehatannya.
5.      Tuberculosis genitalia interna.
6.      Perlekatan organ-organ pelvic yang luas dan berat.
7.      Tuba yang sehat terlalu pendek (kurang dari 4 cm).
8.      Infeksi pelvis yang masih aktif.
Beberapa Pertimbangan sebelum Memutuskan untuk Operasi
Pemilihan klien dilakukan berdasarkan:
1.      Pemeriksaan praoperatif
a.       Anamnesis yang lengkap, termasuk laporan operasi daerah pelvis dan penyakit panggul terdahulu.
b.      Pemeriksaan fisik umum (status generalis).
c.       Pemeriksaan ginekologis.
d.      Pemeriksaan laparoskop, dan / atau
e.       Pemeriksaan histerosalpingografi.
2.      Keputusan untuk operasi dan waktunya
a.       Apakah bisa dilakukan pembedahan mikro pada kasus tersebut.
b.      Apakah tindakan pembedahan tersebut akan memberikan hasil yang baik untuk klien agar dapat hamil.

Bila jawaban Ya, harus ditentukan waktu operasi. Tindakan pembedahan biasanya dilakukan di rumah sakit oleh ahli bedah yang terlatih serta dengan sarana yang lengkap untuk operasi mikro (micro surgery).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar