Pertumbuhan janin
terhambat (PJT) kini merupakan suatu entitas penyakit yang membutuhkan
perhatian bagi kalangan luas, mengingat dampak yang ditimbulkan jangka pendek
berupa risiko kematian 6-10 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan bayi
normal. Dalam jangka panjang terdapat dampak berupa hipertensi,
arteriosklerosis, stroke, diabetes, obesitas, resistensi insulin, kanker dan
sebagainya. Hal tersebut terkenal dengan Barker hipotesis yaitu penyakit pada
orang dewasa telah terprogram sejak dalam uterus.
Kini WHO menganjurkan
agar kita memperhatikan masalah ini karena akan memberikan beban ganda. Di
Jakarta dalam suatu survey ditemukan bahwa pada golongan ekonomi rendah,
prevalensi PJT lebih tinggi (14%) jika dibandingkan dengan golongan ekonomi
menengah atas (5%).
A.
DEFINISI
Pertumbuhan
janin terhambat ditentukan bila berat janin kurang dari 10% dari berat yang
harus dicapai pada usia kehamilan tertentu. Biasanya perkembangan yang terhambat
diketahui setelah 2 minggu tidak ada pertumbuhan. Dahulu PJT disebut sebagai intra uterine growth retardation (IUGR),
tetapi istilah retardation kiranya
tidak tepat. Tidak semua PJT adalah hipoksik atau patologik karena ada 25-60 %
yang berkaitan dengan konstitusi etnik dan besar orang tua.
B.
PENYEBAB
Penyebab PJT diantaranya ialah sebagai berikut.
1.
Hipertensi dalam kehamilan
2.
Gamely
3.
Anomaly janin / trisomi
4.
Sindrom Antifosfolipid
5.
SLE
6.
Infeksi: rubella, sifilis, CMV
7.
Penyakit jantung
8.
Asma
9.
Gaya hidup: merokok, narkoba
10. Kekurangan
gizi-ekonomi rendah
Pada kehamilan
16-20 minggu sebaiknya dapat ditentukan apakah ada kelainan / cacat janin.
Apabila ada indikasi sebaiknya ditentukan adanya kelainan genetic.
C.
PATOLOGI
Pada kelainan
sirkulasi uteroplasenta akibat dari perkembangan plasenta yang abnormal,
pasokan oksigen, masukan nutrisi, dan pengeluaran hasil metabolic menjadi
abnormal. Janin menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi pada trimester akhir
sehingga timbul PJT yang asimetrik yaitu lingkar perut yang jauh lebih kecil
daripada lingkar kepala. Pada keadaan yang parah munkin akan terjadi kerusakan
tingkat seluler berupa kelainan nucleus dan mitokondria.
Pada keadaan
hipoksia, produksi radikal bebas di plasenta menjadi sangat banyak dan
antioksidan yang relative kurang (misalnya: preeclampsia) akan menjadi lebih
parah. Soothill dan kawan-kawan (1987) telah melakukan pemeriksaan gas darah
pada PJT yang parah dan menemukan asidosis dan hiperkapnia, hipoglikemia, dan
eritroblastosis. Kematian pada jenis asimetrik lebih parah jika dibandingkan
dengan simetrik.
Penyebab PJT
simetrik ialah faktor janin atau lingkungan uterus yang kronik (diabetes,
hipertensi). Faktor janin ialah kelainan genetic (aneuplodi), umumnya trisomi
21, 13, dan 18. Secara keseluruhan PJT teryata hanya 20 % saja yang asimetrik
pada penelitian terhadap 8.722 di Amerika.
D.
DIAGNOSIS
Secara klinik
awal pertumbuhan janin yang terhambat dikenal setelah 28 minggu. Namun, secara
ultrasonografi mungkin sudah dapat diduga lebih awal dengan adanya biometri dan
taksiran berat janin yang tidak sesuai dengan usia gestasi. Secara klinik
pemeriksaan tinggi fundus umumnya dalam sentimeter akan sesuai dengan usia
kehamilan. Bila lebih rendah 3 cm, patut dicurigai adanya PJT, meskipun
sensitivitasnya hanya 40%. Smith dan kawan-kawan melakukan observasi pada 4.229
kasus dan menemukan bahwa pertumbuhan yang suboptimal sejak trimester pertama
berkaitan dengan kelahiran preterm dan kejadian PJT.
Sebaiknya
kepastian PJT dapat dibuat apabila terdapat data USG sebelum 20 minggu sehingga
pada kehamilan 32-34 minggu dapat ditentukan secara lebih tepat.
Biometri yang
menetap terutama pengawasan lingkar abdomen yang tidak bertambah merupakan
petanda awal PJT; terlebih diameter biparietal yang juga tidak bertambah
setelah lebih dari 2 minggu.
Pemeriksaan
secara Doppler arus darah: arteri umbilical, arteri uterine, dan arteri
spiralis mungkin dapat mencurigai secara awal adanya arus darah yang abnormal
atau PJT.
Cairan amnion
merupakan petanda kesejahteraan janin. Jumlah cairan amnion yang normal
merupakan indikasi fungsi sirkulasi janin relative baik. Bila terdapat
oligohidramnion, patut dicurigai perburukan fungsi janin.
Patut
difahami, sekalipun tidak ditemukan kelainan mayor pada USG, ternyata masih
mungkin ditemukan kelainan bawaan sebanyak 20%.
E.
MANAJEMEN
Setelah
ditetapkan tidak ada kelainan janin, perlu dipertimbangkan bila janin akan
dilahirkan. Bagi situasi di Indonesia, saat yang tepat ialah bergantung pada
arus darah arteri umbilical dan usia gestasi. Arteri umbilical yang tidak
memiliki arus diastolic (absent diastolic
flow) bahkan adanya arus terbalik (reverse
flow) akan mempunyai prognosis buruk berupa kematian janin dalam < 1
minggu. Usia optimal untuk melahirkan bayi ialah 33-34 minggu dengan
pertimbangan sudah dilakukan pematangan paru. Pemeriksaan kardiotokografi akan
membantu diagnosis adanya hipoksia janin lanjut berupa deselerasi lambat denyut
jantung. Skor fungsi dinamik janin plasenta yaitu upaya mengukur peran PJT pada
profil biofisik akan membantu menentukan saatnya melakukan terminasi kehamilan.
Skor Fungsi Dinamik
Janin Plasenta
Skor 2
|
0
|
|
Hasil NST
|
Reaktif
|
Nonreaktif
|
NST + stimulasi akustik
|
Akselerasi
|
Tanpa akselerasi
|
Gerak napas
|
+
|
-
|
SD arteri umbilical
|
< = 3
|
> 3
|
Indeks
cairan amnion
|
> = 10
|
< 10
|
Kurangi dengan 2 pada:
PJT; Deselerasi (+) NST = Non Stress Test
(kurangi dengan nilai
2 pada PJT dan deselerasi lambat)
Penggunaan
stimulasi akustik penting meningkatkan sensitivitas, mengingat tedapat positif
palsu pada janin yang tidur. Dengan stimulasi, janin terpaksa dibangunkan
sehingga terhindar dari gambaran non reaktif. Skor maksimum ialah 10 dimana
dianggap janin masih baik. Dengan demikian, bila hasil penilaian ditemukan <
6, maka dapat dicurigai adanya asidosis (sensitivitas 80%, spesifisitas 89%),
sehingga sebaiknya dipilih melahirkan dengan seksio sesarea. Sebaliknya bila
ditemukan nilai yang ≥ 6 maka perlu dipertimbangkan melahirkan bayi dengan
induksi. Akibat oligohidramnion, mungkin terjadi kompresi tali pusat atau sudah
terjadi insufisiensi plasenta (deselerasi lambat) sehingga dapat membahayakan
janin yang mengalami asidosis. Dalam hal itu sebaiknya dipertimbangkan seksio
sesarea. Pemeriksaan gas darah tali pusat sangat dianjurkan untuk membantu
manajemen pascakelahiran.
Pengobatan
dengan kalsium bloker, betamimetik dan hormone ternyata tidak mempunyai dasar
dan bukti yang bermakna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar