1. Diabetes
Ketika kadar gula darah meningkat secara konsisten pada saat konsepsi atau organogenesis, maka risiko janin berisiko tinggi mengalami anomaly congenital mayor. Dengan demikian, wanita penderita diabetes mellitus tipe I atau tipe II menjadi kandidat utama penerima konseling prakonsepsi [Cafelo, Robert C. Preconception care and the risk of congenital anomalies in the offspring of women with diabetes mellitus: a meta-analysis. Obstet. Gynecol. Survey 57(2):71-72 (February) 2002 and; American Diabetes Association. Preconception care of women with diabetes. Diabetes care 25(S1):S82-S84 (January) 2002]. Rencana perawatan mereka harus difokuskan pada upaya mencapai dan mempertahankan gula darah dalam kadar terkontrol untuk mengurangi insiden malformasi congenital dan bayi berat lahir rendah. Apabila seorang wanita saat ini sedang menjalani diet terkontrol atau menggunakan obat hipoglikemik oral, maka ia harus mengantisipasi penggunaan insulin selama kehamilan [American Diabetes Association. Preconception care of women with diabetes. Diabetes care 25(S1):S82-S84 (January) 2002]. Wanita penderita diabetes harus pergi menemui ahli obstetric atau endokrinologi pada masa prakonsepsi, yang akan melakukan penanganan terhadap diabetes selama kehamilan.
Selain menstabilkan kadar gula darah, masa prakonsepsi merupakan waktu yang optimal untuk melakukan pengkajian kesehatan untuk mengidentifikasi setiap factor risiko tinggi yang berkaitan dengan diabetes. Pengkajian ini biasanya meliputi pengkajian fisik guna mendeteksi retinopatik, neuropati, penyakit arteri koroner, dan hipertensi [American Diabetes Association. Preconception care of women with diabetes. Diabetes care 25(S1):S82-S84 (January) 2002].
Wanita dengan riwayat diabetes gestasional harus diinformasikan bahwa mereka beresiko tinggi mengalami metabolisme karbohidrat abnormal selama kehamilan mendatang. Kepatuhan terhadap diet seimbang dan rencana latihan fisik moderat sebelum dan selama kehamilan dapat meminimalkan risiko diabetes gestasional atau sedikitnya mengurangi komplikasi [American Diabetes Association. Preconception care of women with diabetes. Diabetes care 25(S1):S82-S84 (January) 2002].
2. Penyakit Jantung
Wanita yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit jantung harus benar-benar didorong untuk merencanakan waktu kehamilan dengan ahli kardiologi dan ahli obstetric. Penyakit jantung dapat menimbulkan risiko minimal, seperti prolaps katup mitral, atau bahkan risiko yang mengancam kehidupan, seperti penyakit yang timbul akibat hipertensi paru. Selama masa prakonsepsi, status jantung seorang wanita harus tetap dikaji dan bersama kelarganya, ia harus memperhatikan implikasi kehamilan yang mungkin muncul. Risiko didasarkan pada tiga factor utama:
a. Lesi pada jantung,
b. Gangguan fungsi dasar tubuh, dan
c. Kemungkinan komplikasi selama kehamilan.
[Gel, A. F., and Hankins, G. D. Cardiac disease and pregnancy. Obstet. Gynecol. Clin. North Am. 28(3):465-512 (September 1) 2001]. Pada beberapa lesi jantung, risiko kematian ibu begitu tinggi sehingga demi keselamatan ibu, terminasi kehamilan dianjurkan. Hipertensi paru, kardiomiopati dilatasi, sindrom Marfan, dan setiap lesi jantung kelas fungsi III atau refraktori IV yang tidak dapat ditangani dengan penatalaksanaan medis merupakan contoh penyakit jantung yang berisiko berat mengakibatkan kematian ibu selama kehamilan. Dengan demikian, sewajarnya perencanaan sejak awal untuk menghindari kehamilan diperlukan untuk menghadapi dilema timbulnya risiko terhadap kehidupan ibu maupun bayi.
Bagi beberapa wanita penderita penyakit jantung, kemungkinan kunjungan ke beberapa pelayanan klinik atau rumah sakit ataupun pengawasan medis ketat harus diantisipasi. Oleh karena itu, perencanaan awal mencakup isu tempat kerja, asuransi kesehatan, perawatan anak untuk anak-anak yang lain juga untuk mendapat perawatan medis akan membantu mengoptimalkan hasil-akhir kehamilan bagi ibu dan bayi.
Isu genetic juga berperan untuk wanita dengan penyakit jantung karena beberapa gangguan muncul akibat penyakit jantung keturunan [Brundage, S. C. Preconceptional health care. Am. Fam. Physician 65(12):2507-2514 (June 15) 2002]. Oleh karena itu, konseling genetic dapat diindikasikan sebagai bagian pengkajian prakonsepsi.
3. Gangguan Kejang
Perawatan prakonsepsi bagi wanita dengan gangguan kejang terdiri atas pengkajian riwayat terinci yang berkaitan dengan frekuensi kejang dan pengobatan yang sedang digunakan. Hal ini merupakan area lain yang membutuhkan konsultasi dokter untuk mengkaji risiko wanita terhadap komplikasi kehamilan dan mengevaluasi terapi medis. Pengobatan yang paling sering digunakan untuk mengontrol kejang bersifat teratogenik bagi janin. Apabila wanita tersebut tidak mengalami kejang dalam beberapa tahun, maka ini merupakan kesempatan untuk menurunkan dosis obat keseluruhan, sekurang-kurangnya selama periode awal kehamilan. Kapanpun memungkinkan, penggunaan terapi medis tunggal dianjurkan [American College of Obstetricans and Gynecologists. Seizure disorders in pregnancy. ACOG Educational Bulletin No. 231 (December), 1996]. Namun, jika frekuensi kejangnya sering atau tidak terkontrol, maka pengontrolan kejang perlu benar-benar ditekankan sebelum kehamilan terjadi, mengingat kejang dapat memburuk selama kehamilan. Gangguan kejang juga merupakan suatu diagnosis yang membutuhkan konseling terperinci yang ditujukan bagi calon orang tua, terutama tentang risiko pada ibu dan bayi. Selain itu evaluasi gangguan kejang, wanita dengan gangguan neurologis, seperti epilepsy, dianjurkan meningkatkan dosis asam folat mereka hingga 1 mg per hari [Iqbal, M. M. Prevention of neural tube defects by periconceptual use of folic acid. Pediatr. Rev. 21:58-66, 2000].
4. Hipertensi
Sebagian besar wanita dengan hipertensi kronis dapat mengharapkan kelahiran seorang bayi yang normal dan sehat. Sasaran utama pada periode prakonsepsi ialah menghindari penggunaan penghambat ACE dan antagonis reseptor angiotensin II. Wanita harus diberi pendidikan kesehatan tentang risiko preeclampsia dan hambatan pertumbuhan janin.
5. Gangguan Tiroid
Mengingat hipertiroid diketahui berhubungan dengan malformasi congenital, maka sebelum hamil, seorang wanita harus menerima terapi yang adekuat. Demikian juga, hipotiroidisme dikaitkan dengan dwarfisme (cebol) dan kelainan lain. Bagi wanita penderita hipotiroid dan hipertiroid, sasaran yang ingin dicapai ialah penderita menjadi eutiroid sebelum hamil. Konsultasi medis dan kunjungan ulang diindikasikan untuk menyusun sebuah rencana pengkajian kadar tiroid dan pengobatan potensial selama kehamilan. Apabila seorang wanita menggunakan propiltiourasil atau metimazol sebelum hamil, maka dokter menganjurkan obat diubah karena kedua obat tersebut telah digolongkan untuk kategori D. Bagi sebagian besar wanita dengan gangguan tiroid, perawatan kebidanan merupakan tindakan yang cukup tepat jika disertai konsultasi.
6. Penyakit Infeksi
Masa prakonsepsi merupakan waktu yang tepat untuk mengkaji penyakit infeksi pada wanita. Untuk penyakit yang disebabkan oleh rubella dan varisela, hasil laboratorium nonimun dapat dengan mudah ditangani dengan pemberian vaksin, terutama saat kehamilan, sehingga menghilangkan semua risiko selama kehamilan (dan sepanjang kehidupan). Skrining dapat dilakukan untuk mendeteksi toksoplasmosis dan sitomegalovirus. Pada kasus ini, jika titer positif, yang berarti telah terjadi pajanan sebelumnya, maka dapat dipastikan risiko minimal. Sedangkan titer negative dipandang sebagai kesempatan untuk memberi peringatan yang tepat. Vaksin hepatitis B dapat diberikan. Skrining HIV dan uji PMS lain juga dapat dilakukan. Apabila seorang wanita menjadi hamil dalam tiga bulan saat setelah uji ini, ia tidak perlu menjalani skrining ulang PMS pada kunjungan prenatal pertamanya.
Bagi wanita dengan riwayat herpes genital, konseling yang dapat diberikan ialah tentang pendekatan yang berkaitan dengan infeksi selama kehamilan. Wanita yang berisiko mengidap tuberculosis dapat diskrining untuk mendeteksi PPD. Apabila pada skrining sebelumnya ternyata PPD positif, atau sudah menerima vaksin BCG, maka, jika memang diindikasikan, pemeriksaan sinar-x dada dapat dilakukan.
7. Fenilketonuria
Bagi wanita dengan fenilketouria (PKU), kesempatan terbaik untuk melindungi anaknya terhadap efek penyakit yang diderita tersebut (lebih dari 90% anak penderita PKU mengalami retardasi mental dan lebih dari 70% menderita mikrosefali) adalah dengan melakukan lagi terapi diet yang telah dicoba sebelum konsepsi, kemudian dilanjutkan selama masa hamil [Jack, B. W., and Culpepper, L. Preconception care. J. Fam. Pract. 32(3):309, 1991]. Banyak dari para wanita ini telah mengabaikan atau tidak mematuhi dengan ketat rencana diet mereka. Bantuan nutrisi sekaligus evaluasi medis yang menyeluruh dianjurkan.
8. Komplikasi Obstetri Sebelumnya
Seorang wanita yang sebelumnya pernah hamil mungkin saja khawatir dirinya akan kembali mengalami komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan sebelumnya. Prediksi terbaik untuk kehamilan preterm adalah kehamilan preterm sebelumnya. Factor risiko lain yang dapat berulang pada kehamilan selanjutnya ialah diabetes gestasional, hangguan hipertensi, plasenta previa, persalinan yang lama, dan berat lahir rendah. Komplikasi-komplikasi, seperti inkompetensia serviks, fibroid uterin besar, atau eklampsia sebelumnya, mengindikasikan perlunya merencanakan intervensi yang tepat untuk kehamilan berikutnya guna membantu memastikan hasil-akhir terbaik.
Selain factor risiko medis atau obstetric, wanita mungkin juga memiliki kekhawatiran akibat pengalaman persalinan sebelumnya, yang terkait dengan persalinan pervaginam versus persalinan sesaria, penggunaan analgesia, posisi saat melahirkan, dukungan tenaga pelayanan kesehatan, dan berbagai isu lain yang berkaitan dengan proses persalinan. Sangatlah penting untuk bertanya kepada wanita dan membantunya menentukan apakah ada cara lain untuk meningkatkan kepuasannya terhadap proses persalinan. Sebaliknya, ia mungkin mendapatkan pengalaman yang luar biasa pada persalinan sebelumnya dan menginginkan bantuan untuk memastikan hasil-akhir positif yang sama pada kehamilan mendatang.
9. Usia Ibu yang Lanjut
Seorang wanita yang telah menunda masa usia suburnya atau wanita yang menginginkan anak lagi setelah usia 35 tahun dapat memiliki kekhawatiran tertentu berkaitan dengan usianya. Masa prakonsepsi merupakan saat yang tepat untuk menjawab pertanyaan dan membicarakan kekhawatiran tersebut. Masalah yang pasti muncul setelah usia 35 tahun mencakup peningkatan risiko kelainan genetic [Anderson, A. M. M., Wohlfahrt, J., Christens, P., et al. Maternal age and fetal loss: population-based register linkage study. BMJ 320:1708-1712, 2000]. Selain itu, seiring peningkatan usia, risiko wanita untuk menderita diabetes gestasional, hipertensi, dan penyakit kronis lain meningkat. Oleh karena itu, konseling genetic dan pengkajian medis yang menyeluruh merupakan tindakan yang penting.
Bagi wanita yang merencanakan kehamilan pertamanya setelah usia 35 tahun, masalah infertilitas merupakan masalah yang lebih besar lagi. Perubahan-perubahan besar terhadap gaya hidup yang sudah mapan juga dialami oleh pasangan berusia mapan, suatu topic yang perlu diperhatikan oleh bidan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar